Inovasi adalah kunci sukses bagi Usaha Kecil, Mikro, dan Menengah (UMKM). Ini dapat mengarah pada keunggulan kompetitif, peningkatan pendapatan dan profitabilitas, peningkatan kepuasan pelanggan dan tingkat retensi, moral dan kinerja karyawan yang lebih baik, peningkatan reputasi, ataupun yang lainnya.
Strategi utama dan yang terpenting untuk mendorong inovasi di UMKM adalah penelitian dan pengembangan. Dalam hal ini dengan ruang lingkup usaha yang relatif kecil biasanya melibatkan pengeluaran uang untuk mengembangkan produk atau layanan baru yang memenuhi kebutuhan pasar atas pemecahan masalah yang dialami pelanggan.
Dalam strategi lain dengan ruang lingkup usaha yang lebih besar biasanya bisnis melakukan inovasi lebih meluas. Seperti kolaborasi dengan bisnis lain, memanfaatkan teknologi seperti kecerdasan buatan (AI), robotika atau pencetakan 3D, melibatkan karyawan dalam kegiatan inovasi melalui program pelatihan dan mendorong mereka untuk berbagi ide dalam tim mereka atau di seluruh organisasi, ataupun berbagai hal lainnya.
Sederhananya, inovasi dapat didefinisikan sebagai ide, metode, atau perangkat baru yang dapat digunakan untuk menciptakan sesuatu yang bermanfaat. Inovasi ini penting untuk UMKM, karena akan membantu perusahaan tetap kompetitif di pasar dengan memberi sebuah keunggulan dibanding pesaing lainnya. Tujuan pada nilai kebermanfaatannya tentu mengacu pada pertumbuhan usaha.
Namun, inovasi tidak hanya bermanfaat untuk pertumbuhan perusahaan tetapi juga untuk pengembangan pribadi karyawan serta prospek karirnya. Karyawan yang inovatif cenderung lebih terlibat di tempat kerja, karena kinerja yang lebih baik dibanding mereka yang tidak berinovasi secara teratur atau pasif di tempat kerja.
Di Indonesia, masih banyak masalah-masalah pada UMKM yang sulit tuk di selesaikan dan malah menghambat perkembangannya. Untuk itu lah inovasi-inovasi berkualitas dibutuhkan di Indonesia. Melansir dari Media Indonesia, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengungkapkan, ada lima faktor yang menjadi kendala pengembangan sektor UMKM di Indonesia dan tentunya sangat berharap pada sebuah inovasi.
Pertama, adanya perbedaan definisi UMKM antar lembaga pendukung, yang mengakibatkan tidak adanya basis data UMKM yang terintegritas.
Kedua, besarnya jumlah UMKM yang ada di Indonesia tidak seimbang dengan kontrIbusinya untuk Produk Domestik Bruto (PDB). Di Indonesia UMKM mendominasi sebanyak 99% usaha. Namun, hanya 57% yang dapat berkontribusi terhadap PDB.
Ketiga, rendahnya UMKM yang menjalin kemitraan. Menurut Teten Masduki, rendahnya kemitraan UMKM ini dapat dilihat dalam minimnya UMKM yang berjejaring dengan rantai nilai global (global value chain). Dalam hal ini OJK juga meminta perbankan untuk meningkatkan kredit kepada UMKM, karena 93% dari UMKM itu tidak menjalin kemitraan dan kurang dari 15% kontribusinya terhadap ekspor Indonesia.
Keempat, rendahnya akses keuangan bagi pelaku UMKM. Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM, sebanyak 88% UMKM tidak memperoleh atau tidak mendapat kredit. Perbankan juga sejak dahulu telah didorong untuk lebih besar berkontribusi, namun saat ini rasio kredit UMKM di perbankan cukup rendah terhadap total kreditnya yang hanya 20%.
Lalu yang terakhir, rendahnya pemanfaatan teknologi atau digitalisasi pada UMKM. Saat ini sebanyak 94% UMKM tidak menggunakan komputer dalam bisnisnya, sementara itu 90% tidak menggunakan internet. Mengacu pada data ini, jelas terlihat jawaban dari mengapa UMKM Indonesia masih di bawah sulit bersaing dan membutuhkan terobosan inovasi.
Referensi:
M. Iqbal Al Machmudi. Media Indonesia. 2021. Ini Lima Isu yang Hambat Pengembangan UMKM di RI.
https://mediaindonesia.com/ekonomi/385940/ini-lima-isu-yang-hambat-pengembangan-umkm-di-ri
